Minggu, 16 November 2014

KESENIAN LAESAN, KESENIAN TRADISIONAL LASEM

      Laesan adalah suatu kesenian kuno rakyat Lasem. Belum bisa dipastikan laesan ada di Lasem sejak tahun berapa. Namun dari syair pembuka yang ditembangkan di awal pertunjukan laesan, nampak jelas bahwa laesan kemungkinan lahir saat jaman awal islam.

     Pembuka syair kunonya dinyanyikan ela elo... yang merujuk pada dua kalimat tauhid "La illaha ilallah" atau kepanjangannya "Laillahailallah Muhammadurrosululloh Pengeran ne gawe laes" terdengar mengalun dari mulut para penembang diiringi dengan perpaduan suara 3 buah bambu dan 2 buah jug, mengalun begitu harmonis dalam heningnya suasana, memberikan nuansa begitu mistis malam itu, mengisyaratkan dengan menyebut nama Allah & Rosul sebelum memainkan kesenian laesan.
mendoakan kurungan laesan

jug dan bambu alat musik laesan
       
        Laesan di Lasem dimainkan oleh seluruhnya para laki laki, dari penabuh alat musik, penembang, hingga lakon laesan. Inilah salah satu yang membedakan laesan dengan sintren yang merupakan kesenian rakyat Cirebon, Jawa Barat.

        Laesan berarti hampa yang diterjemahkan dalam lakon yang terlihat kosong seperti terhipnotis dan bergerak berdasarkan harmonisasi tembang yang dilantunkan. Semakin harmonis tembang mengalun, semakin lama laesan dapat bangkit dan menari namun bila penembang tidak harmonis atau fals, laesan seperti kehilangan jiwa dan berhenti menari, terkulai lemas.

         Sepanjang pertunjukan laesan, selalu disenandungkan tembang yang setiap syair syair kunonya mempunyai filosofi kehidupan, diantara syair pembuka tersebut menyebut nama Allah & Rosul, mengingatkan bahwa dalam hal apapun kita harus selalu ingat kepada Sang Pencipta.
kelompok penembang laesan

         Dalam pertunjukan laesan ini, digunakan kurungan ayam. Seorang lakon laesan yang dipilih akan dimasukkan dalam kurungan ayam yang sebelumnya sudah diasapi kemenyan. Laesan dimasukkan ke dalam kurungan ayam, ibaratnya manusia saat di kandungan sang ibu. Dengan menyanyikan sesi syair "uculno bondoiro iki sari laes, dunung Allah dunung, sopo iso nguculno kejaba Pengeran iro iki sari laes" mengisyaratkan bahwa agar dapat melepaskan semua belenggu keduniawan hanya restu Allah saja yang bisa. Laesan pun keluar dari kurungan (kandang) sebagai pertanda laesan telah lepas dari belenggu tadi. Sesi itu seperti filosofi manusia yang telah keluar dari kandungannya sang ibu. Kemudian laesan menginjak sesi syair syair permainan, "encan enci dan jaran dawuk" mengisyaratkan manusia masa kecil membutuhkan sebuah hiburan permainan kehidupan, pada sesi ini laesan akan menari diiringi tembang yang mangalun. Setiap kali laesan mengalami masa kurungan, laesan dapat meminta lagu yang akan ditembang untuk mengirinya menari, dan penembang harus dapat menembangkan permintaan laesan. Tembang tembang yang akan dinyanyikan ini ada yang berasal dari tembang para ibu untuk menenangkan buah hati hingga tembang yang berarti "nakal" dan menjadi lelucon di masyarakat. Bahkan beberapa tembang yang dinyanyikan malam ini ada beberapa yang sudah sangat jarang sekali terdengar.
laesan keluar dari kurungan

        Sesi berikutnya penembang menyanyikan syair "luruo sintren & lereng lereng" laesan pun menari & berkeliling sembari membawa bunga, pasir, & air untuk dibagikan ke orang. Mengisyaratkan bahwa hidup ini harus saling berbagi dengan sesama, di sesi ini percaya bisa meyembuhkan penyakit orang yang dipegang laesan. Sedangkan lereng lereng dipercaya bisa menghilangkan segala tuah gaib senjata, wallahualam.
menari bersama laesan

        Laesan terus berlanjut memasuki sesi syair "kembang gedang sala siji seng di gelandang gelandang pisan seng di gelandang dadi laesan" mengisyaratkan hidup harus bisa saling bergantian dengan sesama manusia, baik suka dan duka. Pada sesi laesan juga minta ditemani menari, dengan mengajak penonton untuk turut serta. Bila ada yang dipilih oleh laesan, dan secara sukarela mau bergabung menari, maka orang tersebut akan mengalami masa "hampa" dan turut menari.
menari laesan

        Sebagai penutup laesan akan memasuki sesi syair "ana tangis layung layung larane wong wedi mati, sapa bisa ngilengna, kejaba Pengeran iro." Mengisyaratkan bahwa betapa beratnya manusia melewati masa masa saat sakit menjelang kematiannya dan semua bisa terlewati dengan mudah/sulit jikalau ingat kepada Allah/Tuhan bahwa kita pasti akan kembali kepadanya.

cuplikan laesan
https://www.youtube.com/watch?v=_nH6OlNTA-o&noredirect=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar